Ngomong dan menulis gampang mana?
Pertanyaan tersebut selalu saya lontarkan untuk
pertamakalinya ketika diminta untuk memberikan workshop tentang menulis. Entah itu
untuk kelas jurnalistik, penulisan kreatif atau kelas menulis dasar.
Lontaran pertanyaan tersebut untuk mengetahui persepsi
peserta tentang menulis. Jawaban mereka seperti yang saya duga. Sebagian besar
mengatakan bahwa ngomong atau berbicara lebih mudah daripada menulis.
Cerita selanjutnya adalah selama 3 menit saya meminta salah
seorang yang menyatakan bahwa ngomong lebih mudah untuk berbicara apa saja.
Biasanya saya beri modal satu kata. Kalau tidak sanggup cukup angkat tangan tanda
menyerah. Ada yang dengan mudah melibas waktu itu dengan ngomong apapun. Namun,
tidak sedikit yang berhenti di menit pertama setelah mengeja nama.
Untuk seluruh peserta saya meminta mereka untuk menulis
selama 5 menit. Tugasnya menulis apa saja. Boleh cerita terkonyol, tersedih,
deskripsi kamar mereka, alasan tidak betah di rumah. Intinya cerita apa saja
yang ingin mereka ungkapkan.
Hasilnya, tulisan spontan yang mereka buat menunjukan bahwa
semua bisa menulis. Semua bisa berkisah. Lepas dari masalah teknis tentang
tanda baca, panjang kalimat, apa yang mereka tulis memberikan persepsi bagi
siapapun yang mendengarnya.
Di kelas mengajar di sebuah perguruan tinggi di
JalanMagelang, salah seorang peserta sepertinya ‘frustasi’ mendapat tugas dari
saya. Dia menulis. “Siang ini adalah siang yang menyebalkan. Dosennya, namanya
Mas Agung begitu masuk dan perkenalan langsung memberikan kami tugas, menulis.
Saya bingung mau menulis apa. Menurut saya sih ya gampang ngomong. Jadi di siang yang
panas ini saya menulis saja rasa kesal karena mendapat tugas menulis. Padahal
kami belum mendapatkan materi apapun tentang menulis.....dst.”
Apa yang ditulisnya membuat kawan-kawannya tertawa.
Penulisnya sendiri senyam-senyum malu. Saya katakan padanya bahwa apa yang dia
tulis bisa menghibur kawan-kawannya. Selama lima menit dia menulis lebih dari 3
paragraf, lebih banyak dari kawan-kawannya.
Masalah gampang ngomong atau gampang menulis menurut saya
lebih pada persepsi saja. Keduanya sama-sama mengasyikan. Sama-sama mudahnya.
Masalah benar atau salah itu relatif. Yang jelas keduanya, saling intim dan
memiliki ketarkaitan satu sama lain. Menulis tanpa menyuarakan karyanya sama
saja karya itu menjadi kelu. Begitu juga kalau hanya bisa ngomong, maka
siap-siap saja disebut cingkimin!