Minggu, 21 Juni 2015

Bat(h)u(k)mu.......(1)




Batu adalah batu
Dia terbentuk dari imajimu

SAYA cuma ingin menceritakan keisengan saya tadi pagi. Pada seorang penjual batu akik yang sedang pameran di halaman kantor. Kejadiannya sebenarnya berawal dari malam hari sebelumnya. Untuk membuang suntuk menulis di depan komputer kantor, saya keluar ke selasar kantor yang digunakan pameran batu akik. Saya lupa menghitung pasti jumlah standnya. Setiap stand, saya pasti berhenti sekadar memegang, bertanya berapa harga atau namanya. 

Singkatnya, saya sampai di satu stand yang menjual bongkahan batu untuk dibuat akik. Ada fosil galih kelor, mani gajah, ada juga panca warna dan beberapa jenis lainnya. Saya pegang, elus, dan bertanya berapa harganya. Penjualnya tersenyum antara sinis dan pandangan yang mengatakan “Yakin kamu punya uang untuk membelinya mas.”

Akhirnya dari mulutnya memang meluncur kalimat yang membuat saya tidak untuk bertanya lagi. “Mahal itu mas, ini saja yang kecil-kecil,” ujar pak tua itu. Berpindah ke stand-stand lainnya, kembali memegang, mengelus dan bertanya.

Cerita berlanjut siang tadi. Kembali saya berkeliling, sampai kemudia berhenti di sebuah stand yang kelihatannya lebih banyak menjual bongkahan batu dibanding akik yang sudah jadi. Semalam saya hanya sempat memegang dan mengelus, belum sempat bertanya karena banyaknya orang.

“Pak yang bongkahan itu jenisnya apa?”
“Pancawarna”
“Berapa harganya?”
Matanya menatap saya, senyuman pemilik stand semalam kembali hadir di wajahnya. Ia menyarankan saya untuk membeli bongkahan yang kecil-kecil saja.
“Yang besar harganya berapa?”
“Mahal mas, perkilo 140 ribu,” jawabnya enggan.
Melihat senyum sinisnya...hmmm saya punya rencana. Rencana nakal...hihihi

Sabtu, 20 Juni 2015

Saya Sedang Mabok




HARI-HARI INI ADALAH hari dimana saya sedang mabok menulis. Sebentuk dunia yang saya cintai kemudian saya intimi secara profesional sejak 13 tahun lalu ini rupanya sedang genit. Seorang kawan di Jakarta yang baru saya kenal kurang dari 1 minggu tiba-tiba membangunkan pagi. Intinya dia butuh tenaga dan pikiran saya untuk menyelesaikan dua bab tulisan sebuah buku tentang kepemimpinan dari seorang pakar manajemen di Indonesia. 


Kedua, seorang kawan dari Jakarta mengagetkan siangku waktu itu. Meminta untuk mencari orang-orang yang mau menulis di media online citizen journlism yang  ia kelola. 


Ketiga, seorang gadis yang aku wawancara di kedai kopi waktu itu. Tiba-tiba mengingatkan rayuanku untuk menuliskan kisah cintanya dengan kekasih yang terpisah jarak benua. Aku sebenarnya berdoa, dia lupa. Dua minggu lalu, rayuan itu aku bisikan. Dia oke. Aku yang gak oke. Mintanya tanggal 9 Juli ini sudah jadi. Dalam bahasa Inggris. Kalau soal nulis sih oke, tapi menerjemahkan?  Tanya sana-tanya sini kawan-kawan butuh 2 minggu sampai 1 bulan.  Belum desain kemudian cetak. Itu yang membuatku berdoa dia lupa. 


Rupanya rayuanku masih disimpannya. Padahal tidak aku sertai dengan bujuk, cuma rayu. Bener, aku Cuma merayu dengan cara amatir. Dan justru membuatku kenthir. Kemarin, ketika dia menghubungiku lagi. Dia tidak peduli lagi dengan tenggat waktu 9 Juli. Yang penting jadi. Soal harga? Dia ikut. Aku sebutkan angka yang aku pikir mahal untuk ukuran mahasiswa seperti dia. Dia oke. Aku lupa dia mahasiswa yang juga pengusaha. Rejeki gak boleh ditolak. Oke aku eksekusi kau. 


Keempat, teman dari Jakarta mengingatkanku. Sabtu pekan depan, aku harus menyiapkan beberapa sinopsis skenario FTV. Ada penulis skenario dari Jakarta yang akan datang ke Yogya untuk memberikan pelatihan. Aku sudah daftar. Sudah bayar. Kawan-kawan di Jakarta mengingatkan, siapkan contoh skenario gaya sebuah televisi stasiun nasional yang rajin memutar FTV. Kata meraka, siapa tahu masuk dalam tim, siapa tahu jadi penulis sinetron striping, siapa tahu jadi penulis skenario layar lebar. 


Kelima, saya hampir lupa dua bulan lalu membuka pendaftaran reporter remaja yang mengharuskan mereka menulis 21 hari. Meminta mereka untuk menulis tentang profil orang-orang yang tidak mereka kenal sebelumnya. Mereka mengingatkan,” Mas, kapan kami presentasi?”


Keenam yang pertama, bagi kelas XII ini waktu yang selooo alias kosong. Bagi kelas XII dan dia reporter Kaca, ini kesempatan menulis lagi di rubrik mereka. Ah, aku sih senang mereka semangat lagi menulis. Keenam yang kedua, Kaca25 mulai rontok. Hanya satu atau dua kelompok yang rajin datang untuk mengusulkan tema-tema berikutnya. Untuk mereka ini hanya mie rebus depan KR dan teknik menulis dan membangun jaringan yang bisa aku berikan untuk hadiah karena semangatnya.  Hmmm...semoga misi kelompok ini untuk jalan-jalan di Sarkem bisa sukses, aku doakan nak. 


Ketujuh, Ameng usul untuk diadakan lagi menulis di blog. Wah ternyata SelapanDinaNulisFun alias #35HariMenulis itu sudah setahun lalu. Oke, setelah bersilang rasa bahasa, ketemulah program Padakacarma Poso-poso Nulisi Nganggo Blog. #Pakpolisigoblog. Dan dua hari ini saya absen nulis. Sampai imas kemudian ngepos di grup line dan mencantumkan alamat blog saya. Jadi mulai hari ini dimulailah petualangan saya di blog yang hampir karatan ini.


Kedelapan, notes di HP mengingatkan, saya harus menyelesaikan skripsi.  Skirpsi ???? Iya skripsi gung. 


Tapi semabok-maboknya saya dengan tulis menulis,saya tetap akan menidurinya. Memeluknya erat (tentu sesekali mengendurkannya agar dia juga tumbuh). Mulai meracau ya....? Kan saya sedang mabok. #PakpolisiBlog. #Harikeempat
www.westfield.ma.edu