Rabu, 01 Juli 2015

Bat(h)u(k)mu.......(2)


Jangan kau diam laksana bisu
Kelak ketika kau bangun, hatimu keras membatu
....
Senyuman sinis dari mas-mas penjaga batu tersebut saya balas dengan cengiran. Saya ambil tablet saya, seolah-olah sibuk mengetik sesuatu. Tidak lupa saya bergaya sedang memotret batu tersebut. Belum puas. Saya coba menghitung jumlah jari saya layaknya memperagakan jaritmatika. Sambil mengangguk-angguk seolah sudah menemukan jawaban dari soal Matematika, saya berjalan pelan menuju stand yang lain. Tepat dugaan saya, mas-mas yang jualan batu, memanggil saya kembali.
"Mas-mas, mau minta berapa (harganya) mas? Asli mas, Pancarwarna," katanya dengan nada yang lebih pelan dan sopan.
"Ya udah mas, tak kasih Rp 100 ribu se kilo" katanya.
Saya berhenti sebentar kembali mendekat untuk melihat bongkahan batu yang saya tunjuk sebelumnya.
"Kira-kira berapa kilo mas itu berat batunya," saya bertanya mantap.
"5 kiloan mas," kata mas-mas tersebut.
"Ooo....," itu suara yang muncul dari mulut saya. Kembali saya pura-pura menghitung dengan jari. (Pekok to, wong  100 ribu dikalikan 5 kilo hasilnya ya sudah jelas)
Sambil berjalan pelan saya membalikan badan. Mas-mas tadi masih mencoba memanggil saya,
namun saya terus melangkah...melangkah meninggalkan bat (h) u (k) mu....



Minggu, 21 Juni 2015

Bat(h)u(k)mu.......(1)




Batu adalah batu
Dia terbentuk dari imajimu

SAYA cuma ingin menceritakan keisengan saya tadi pagi. Pada seorang penjual batu akik yang sedang pameran di halaman kantor. Kejadiannya sebenarnya berawal dari malam hari sebelumnya. Untuk membuang suntuk menulis di depan komputer kantor, saya keluar ke selasar kantor yang digunakan pameran batu akik. Saya lupa menghitung pasti jumlah standnya. Setiap stand, saya pasti berhenti sekadar memegang, bertanya berapa harga atau namanya. 

Singkatnya, saya sampai di satu stand yang menjual bongkahan batu untuk dibuat akik. Ada fosil galih kelor, mani gajah, ada juga panca warna dan beberapa jenis lainnya. Saya pegang, elus, dan bertanya berapa harganya. Penjualnya tersenyum antara sinis dan pandangan yang mengatakan “Yakin kamu punya uang untuk membelinya mas.”

Akhirnya dari mulutnya memang meluncur kalimat yang membuat saya tidak untuk bertanya lagi. “Mahal itu mas, ini saja yang kecil-kecil,” ujar pak tua itu. Berpindah ke stand-stand lainnya, kembali memegang, mengelus dan bertanya.

Cerita berlanjut siang tadi. Kembali saya berkeliling, sampai kemudia berhenti di sebuah stand yang kelihatannya lebih banyak menjual bongkahan batu dibanding akik yang sudah jadi. Semalam saya hanya sempat memegang dan mengelus, belum sempat bertanya karena banyaknya orang.

“Pak yang bongkahan itu jenisnya apa?”
“Pancawarna”
“Berapa harganya?”
Matanya menatap saya, senyuman pemilik stand semalam kembali hadir di wajahnya. Ia menyarankan saya untuk membeli bongkahan yang kecil-kecil saja.
“Yang besar harganya berapa?”
“Mahal mas, perkilo 140 ribu,” jawabnya enggan.
Melihat senyum sinisnya...hmmm saya punya rencana. Rencana nakal...hihihi

Sabtu, 20 Juni 2015

Saya Sedang Mabok




HARI-HARI INI ADALAH hari dimana saya sedang mabok menulis. Sebentuk dunia yang saya cintai kemudian saya intimi secara profesional sejak 13 tahun lalu ini rupanya sedang genit. Seorang kawan di Jakarta yang baru saya kenal kurang dari 1 minggu tiba-tiba membangunkan pagi. Intinya dia butuh tenaga dan pikiran saya untuk menyelesaikan dua bab tulisan sebuah buku tentang kepemimpinan dari seorang pakar manajemen di Indonesia. 


Kedua, seorang kawan dari Jakarta mengagetkan siangku waktu itu. Meminta untuk mencari orang-orang yang mau menulis di media online citizen journlism yang  ia kelola. 


Ketiga, seorang gadis yang aku wawancara di kedai kopi waktu itu. Tiba-tiba mengingatkan rayuanku untuk menuliskan kisah cintanya dengan kekasih yang terpisah jarak benua. Aku sebenarnya berdoa, dia lupa. Dua minggu lalu, rayuan itu aku bisikan. Dia oke. Aku yang gak oke. Mintanya tanggal 9 Juli ini sudah jadi. Dalam bahasa Inggris. Kalau soal nulis sih oke, tapi menerjemahkan?  Tanya sana-tanya sini kawan-kawan butuh 2 minggu sampai 1 bulan.  Belum desain kemudian cetak. Itu yang membuatku berdoa dia lupa. 


Rupanya rayuanku masih disimpannya. Padahal tidak aku sertai dengan bujuk, cuma rayu. Bener, aku Cuma merayu dengan cara amatir. Dan justru membuatku kenthir. Kemarin, ketika dia menghubungiku lagi. Dia tidak peduli lagi dengan tenggat waktu 9 Juli. Yang penting jadi. Soal harga? Dia ikut. Aku sebutkan angka yang aku pikir mahal untuk ukuran mahasiswa seperti dia. Dia oke. Aku lupa dia mahasiswa yang juga pengusaha. Rejeki gak boleh ditolak. Oke aku eksekusi kau. 


Keempat, teman dari Jakarta mengingatkanku. Sabtu pekan depan, aku harus menyiapkan beberapa sinopsis skenario FTV. Ada penulis skenario dari Jakarta yang akan datang ke Yogya untuk memberikan pelatihan. Aku sudah daftar. Sudah bayar. Kawan-kawan di Jakarta mengingatkan, siapkan contoh skenario gaya sebuah televisi stasiun nasional yang rajin memutar FTV. Kata meraka, siapa tahu masuk dalam tim, siapa tahu jadi penulis sinetron striping, siapa tahu jadi penulis skenario layar lebar. 


Kelima, saya hampir lupa dua bulan lalu membuka pendaftaran reporter remaja yang mengharuskan mereka menulis 21 hari. Meminta mereka untuk menulis tentang profil orang-orang yang tidak mereka kenal sebelumnya. Mereka mengingatkan,” Mas, kapan kami presentasi?”


Keenam yang pertama, bagi kelas XII ini waktu yang selooo alias kosong. Bagi kelas XII dan dia reporter Kaca, ini kesempatan menulis lagi di rubrik mereka. Ah, aku sih senang mereka semangat lagi menulis. Keenam yang kedua, Kaca25 mulai rontok. Hanya satu atau dua kelompok yang rajin datang untuk mengusulkan tema-tema berikutnya. Untuk mereka ini hanya mie rebus depan KR dan teknik menulis dan membangun jaringan yang bisa aku berikan untuk hadiah karena semangatnya.  Hmmm...semoga misi kelompok ini untuk jalan-jalan di Sarkem bisa sukses, aku doakan nak. 


Ketujuh, Ameng usul untuk diadakan lagi menulis di blog. Wah ternyata SelapanDinaNulisFun alias #35HariMenulis itu sudah setahun lalu. Oke, setelah bersilang rasa bahasa, ketemulah program Padakacarma Poso-poso Nulisi Nganggo Blog. #Pakpolisigoblog. Dan dua hari ini saya absen nulis. Sampai imas kemudian ngepos di grup line dan mencantumkan alamat blog saya. Jadi mulai hari ini dimulailah petualangan saya di blog yang hampir karatan ini.


Kedelapan, notes di HP mengingatkan, saya harus menyelesaikan skripsi.  Skirpsi ???? Iya skripsi gung. 


Tapi semabok-maboknya saya dengan tulis menulis,saya tetap akan menidurinya. Memeluknya erat (tentu sesekali mengendurkannya agar dia juga tumbuh). Mulai meracau ya....? Kan saya sedang mabok. #PakpolisiBlog. #Harikeempat
www.westfield.ma.edu

Selasa, 24 Februari 2015

Sajak Pembuka Bicara



Sebut saja ini sajak pembuka bicara
Ketika udara diam menyeruak di jeda badan kita
Mengumpulkan desah tenaga, lelah

Menghirup  angin musim hujan
duduk di dua ayunan saling berjarak
 
Sementara kita saling menunggu
Untuk membuka mulut yang segan
Saling memandang dan ..
Hahaha akhirnya mata kita yang tertawa
Menjadi sajak pembuka rasa

Masih saling memandang dalam
dengan tarikan ujung bibir yang melebar
dan kaki menggantung yang bergoyang 
tidak harus selesai dalam semalam
tapi pada hari yang berganti kita berjanji untuk tak saling diam

Sabtu, 24 Januari 2015

Cemburu



“Aku cemburu” 
Dua kata untukmu yang membuatku ingin menikam jantung siapapun yang mendekap hatimu.
Meski aku tahu kau tak mencintaiku. Tapi aku tetep cemburu.

--Seperti yang dikatakan duri pada mawar yang dijamah lebah--

Senin, 27 Oktober 2014

Siapa Kamu

Siapa kamu, aku tak mengenalmu
Wajahmu masih seperti yang dulu
Hanya menjadi palsu oleh waktu
Dibuai madu buluh bambu
Menyudahi mimpi menggapai pelangi
Mengganti  rekatan dengan sekat
Terpisah bukan semata oleh kata
Terlupa oleh cita yang terlalu menggurita
Selalu doa yang kurapal
Sebuah harapan untuk kembali mengenalmu