Ada banyak keterkejutan peserta program #Selapandinanulisfun. Kami kaget dengan tulisan-tulisan yang tercipta. Semula tidak percaya
diri dengan tulisannya, justru muncul karya yang dengan
jujur, polos, menunjukan kegembiraan dalam menulis. Namun, tidak sedikit yang terbelenggu bahwa menulis adalah pekerjaan berpikir. Tidak semua hal bisa menjadi sebuah tulisan. Atau, apa yang harus saya tulis hari ini?
Kami berembug bahwa apapun kendalanya, karya yang muncul ternyata melebihi ekspetasi kami. Sehingga Anas, salah seorang peserta mengusulkan diakhir program, semua tulisan dikumpulkan dan dibukukan untuk refleksi bersama, peserta maupun generasi berikutnya di Kaca. Rembug akrab ini kemudian juga menelurkan satu program lagi yang disebut #Pitikangrem atau 21hari Menulis.
Disebut #Pitikangrem meminjam masa yang dibutuhkan oleh seekor ayam untuk menetaskan telur. Program ini sebenarnya kami peruntukan bagi siswa SMA yang magang sebelum resmi diterima sebagai Reporter Remaja di SKH Kedaulatan Rakyat (Rubrik Kaca). Namun ternyata program ini juga menarik hati beberapa pengurus Padakacarma yang belum sempat ikut #Selapandinanulisfun.
Ada satu ungkapan yang saya sampaikan ke kawan-kawan ketika kami bertemu untuk membicarakan program tersebut. Ungkapan sebagai penyemangat sekaligus refleksi yang kami alami.
“Kapal ini akan mencari (kesempurnaannya)
keseimbangannya di lautan!”
Kalimat tegas tersebut saya kutip dari seorang pembuat pembuat kapal
bernama As'ad Abdullah al-Madani. Beliau
merupakan ahli membuat kapal tradisional dari Desa Pegerungan Kecil, di
Kepulauan Kangean, Sumenep, Madura. Saya mewancarainya bertahun-tahun lalu,
saat dia diminta seorang mantan angkatan laut asal Inggris bernama Philip Beale
yang ingin membuat kapal tradisional seperti yang ada di relief dinding Candi
Borobudur. Veteran Angkatan Laut Inggris
itu menggandeng arkeolog maritim senegaranya, Nick Burnigham, untuk membuat
desain replika kapal Borobudur.
Terjadi perdebatan
antara As’ad dan Nick selaku orang yang mendesain kapal. Nick bersikeras
cenderung marah, karena As’ad membuat kapal ukurannya tidak sama persis dengan
dengan desain yang ia buat. Bahkan panjang kayu kapal ada yang tidak sama.
Bahkan hebatnya, As’ad membuat kapal tanpa menggunakan hitungan njlimet. Semua
dibuat dengan mengandalkan ilmu titen serta olah rasa.
As’ad sebagai orang yang berpuluh-puluh tahun membuat kapal
mengatakan bahwa, kapal tersebut memang sengaja dibuat tidak seimbang, karena
dia akan mencari kesempuranaanya dengan mengarungi lautan. Buktinya, kapal
tersebut sukses melakukan napak tilas dari Indonesia hingga ke Afrika! Kini kapal tersebut bisa dilihat di Museum Kapal Samodraraksa di kompleks Candi Borobudur.
Pernah menonton film Krakatoa yang diproduksi BBC? Nah
sebagian besar pemain film tersebut adalah orang Madagaskar, yang memiliki DNA
identik dengan orang-orang Indonesia. Itu salah satu bukti Nusantara pernah
berjaya di lautan. Menjadi penjelajah dunia dengan pengetahuan luar biasa.
Dari apa yang dikatakan As’ad bahwa kapal dibuat tidak
sempurna karena dia akan mencari kesempurnaannya di lautan lepas. Saya
menggambarkan seperti begitulah kehidupan seorang manusia. Dengan segala
kekurangannya seseorang akan bertahan dan melakukan adaptasi terhadap kondisi
yang ada di sekelilingnya.
Begitu juga dengan dengan program #Selapandinanulisfun. Saya
merasakan bahwa 24 jam bisa jadi menjadi waktu yang sempit untuk menulis dan
mengunggahnya dalam blog. Di tengah aktivitas sehari-hari kawan-kawan yang
tengah menghadapi ujian akhir semester bahkan mengejar deadline skripsi,
menulis menjadi tantangan tersendiri. Bahkan bagi saya yang setiap hari
terbiasa menulis, bukan perkara mudah menyela pikiran maupun waktu untuk
program ini.
Pernah tiba-tiba jam sebelas malam, saya terbangun dan
bergegas ke warnet untuk menulis kemudian mengunggahnya. Ide tulisan sebenarnya
begitu banyak meminta untuk dituliskan. Namun selalu ada alasan untuk kemudian
tidak melakukan.
Ungkapan “Sebuah kapal akan mencari (kesempuranaannya)
keseimbangannya di lautan!” menjadi sebuah pedoman. Bahwa sesempit apapun
waktu, maka dengan sendirinya kita bisa menyesuaikan. Mau satu kata, satu
kalimat, setidaknya kita seperti kapal yang mengarungi sempitnya waktu mencari keseimbangan, begitu juga dalam
kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar