Kamis, 12 Juni 2014

Aku Wegah Dadi Panitia Lomba Iki



Aku Wegah Dadi Panitia Lomba Iki

ENTAH sudah berapa kali saya jadi panitia lomba. Tapi ada satu lomba yang saya hindari menjadi panitia. LOMBA LUKIS ANAK-ANAK! Menjadi panitia lomba lukis harus siap strategi, sekaligus mental. Dijamin rewel. Bukan pesertanya tapi orangtuanya. 

Sekitartahun 2002-2004, saya terlibat menjadi panitia dalam Lomba Lukis Jogja-Kyoto, dimana pemenangnya akan dipamerkan di Jepang maupun Indonesia, khususnya Yogyakarta. Lomba ini merugapakan agenda tahunan dari Dinas kebudayaan DIY sebagai tindak lanjut sister city Jogja-Kyoto.

Rewelnya orangtua peserta banyak ragamnya. Tahun pertama, saya dikejutkan dengan orangtua peserta yang memaksa acara segera dimulai. Padahal belum waktunya. Alasannya, masih ada 2 lomba lukis lain di hari itu dan anaknya akan ikut semua! Busyet..wus..wus..wus ternyata tidak hanya satu dua yang seperti itu. Banyak orangtua dan anaknya  yang tergopoh-gopoh meninggalkan tempat  meski waktu lomba belum selesai.

Meski dalam aturan lomba orangtua tidak boleh membimbing anaknya, tetap saja ada yang ngeyel. Kadangkala orangtua ada yang sampai berteriak karena melihat anaknya tidak mengikuti instruksinya. Adapula yang orangtua yang tidak sabar hingga ia turun tangan dengan ikut membantu anaknya.

Jenis rewel lainnya yaitu yang menanyakan siapa jurinya. Rupanya ini salah satu tips bagi mereka untuk jadi pemenang. Mereka akan menyuruh anaknya untuk menggambar sesuai dengan selera juri. Karena sering mengikuti lomba, biasanya mereka jadi tahu karakter penilaian juri yang menilai. Untuk menghadapi hal seperti ini, kami biasanya mencari juri yang bukan dari sanggar.

Puncak kerewelan mereka adalah saat penjurian penjurian, kalau menjuri di tempat terbuka, maka dipastikan para orangtua peserta akan berbondong-bondong ngrubung tempat itu. Mending kalau diam, mereka akan berkampanye tentang karya anak mereka. Tujuannya mempengaruhi keputusan juri.

Kalaupun tempat penjurian di tempat tertutup, sama saja, mereka layaknya anak kecil, akan menongolkan kepala mereka di jendela. Mengintip dari balik kaca, dan akan menghentikan setiap panitia yang keluar dari ruang penjurian sambil bertanya, siapa yang menang. Karya si A menang gak. 

Saat pengumuman pemenang, orang-orang yang memakai baju panitia, siap-siap saja kupingnya panas mendengar celotehan dari orangtua peserta yang tidak puas karena anaknya tidak menang.  Suara nyinyir akan berdesingan di telinga. Dan saat pengumuman biasanya akan datang kembali orang-orang yang meninggalkan lomba untuk ikut lomba di tempat lain. Sambil bertanya, yang menang siapa?

Tahu apa yang mereka kejar dari mengikutkan lomba lukis anak-anaknya? Hadiah. Ya hadiah dan piala.
Tentu tidak semua orangtua peserta lomba berkelakuan seperti itu. Ada yang membebaskan imajinasi anaknya untuk menggambar sesukanya, tidak peduli menang atau kalah. Membiarkan anaknya merdeka untuk berimajinasi. Karena sejatinya dunia anak kecil adalah lautan imajinasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar