Peringatan penulis : cerita iki njijiki. Jangan membaca tulisan ini
sambil makan-minum. Atau saran saya jangan baca tulisan ini.
SUNGGUH-sungguh terjadi. Waktu kecil saya pernah ‘nguntal
manuk’. Bukan benar-benar ‘manuk’ alias burung, tapi uang Rp 25,-bergambar
burung. Burung apa mas? kepodang (nek ra
salah), lanang po wedok mas? (deloen dewe..nyohhhh)
Makan uang? Ya saya pernah makan uang. Bukan karena lapar
namun karena memenuhi rasa penasaran kenapa saya dilarang mengulum uang receh.
Mak..glegek,,uang itu akhirnya tertelan. Sempat nyangkut di tenggorokan tapi
akhirnya lancar masuk ke usus.
Seingatku aku tidak nangis atau panik, justru orang satu
rumah yang kelimpungan mendengar pengakuan saya kalau baru saja nelan uang. Ibu
saya tentu yang paling panik selain nenek saya. Saat itu saya bersama orangtua
masih tinggal di rumah kakek nenek dari
garis ibu.
Emm...saya juga tidak ingat apakah dulu kemudian dibawa ke
dokter atau tidak. Yang saya ingat kemudian adalah jeng..jeng....saya diminta
pup di bawah pohon tehtehan. Kemudian mereka (keluarga) menggunakan ranting
ngorek-ngorek ee saya...cen njijiki, tapi piye meneh..itu cara satu-satunya
untuk mengetahui apakah ‘manuk’ di dalam perut saya sudah keluar atau belum. Mungkin
karena mereka bosan tiap saat melakukan aktivatas menjijikan akhirnya saya
diminta melakukan sendiri .
‘Manuk’ itu cukup lama bersarang di usus atau lambungku.
Ibuku pernah bercerita, bahwa dia sampai menangis setiap hari karena setelah
aku menelan uang itu, nafsu makanku berkurang drastis. Meski ndak doyan makan, tapi perutku
membuncit. Sekeluarga sangat berharap ‘manuk’
di dalam perutku keluar lewat ee. Mereka tidak bisa membayangkan kalau harus
sampai operasi.
Hingga di suatu hari, kehebohan itu pecah saat saya
berteriak kegirangan karena ada benda terbuat dari logam berbentuk bulat
menyembul dari bongkahan ee. Saking
bahagianya, ibu saya kemudian mengambil uang itu dan membungkusnya dengan
plastik. Menyimpannya di almari. Buat kenang-kenangan, bahwa saya pernah nelan
uang. Biar ingat betapa dia khawatir sekali dengan kondisi anaknya saat itu.
Njijiki to, aku le nulis wae karo nutup irung kok..

Mas! Aku ngakak bacanya hahahahaha
BalasHapus