Belajar dari tahun-tahun sebelumnya saat Piala Dunia, saya
mencoba tidak mengikatkan hati terlalu erat pada sebuah tim negara manapun.
Memang tahun ini jagoan saya tetap Jerman atau Belanda. Iya, saya pilih dua negara
itu, setidaknya kalau tidak lolos salah satu tidak lolos ke babak selanjutnya
saya masih punya jagoan satunya. Kalau kalah dua-duanya, setidaknya ikatan
batinnya ini tidaklah begitu rapuh.
Saya memilih Jerman karena mereka merupakan negara dengan
prestasi yang relatif stabil. Gaya bermainnya selalu kokoh seperti julukannya,
Panzer. Menggilas siapun yang menghadang. Sedang Belanda, ini adalah negara
yang disebut-sebut raja tanpa mahkota.
Tiga kali sampai puncak final piala dunia, tiga kali pula mereka keok.
Tahun 2010, mereka masuk babak final puncak dengan menghadapi Spanyol. Tapi apa
lacur, mereka justru kebobolan di menit akhir oleh Andreas Iniesta.
Tahun ini keduanya mengawali Piala Dunia dengan ganas,
Belanda menghajar Spanyol, 4-0. Balas dendam indah untuk partai final tahun
2010. Apalagi Spanyol akhirnya harus menjadi salah satu tim yang angkat koper
lebih dulu dari perhelatan Piala Dunia 2014 di Brazil.
Kembali pada soal ikatan hati, saya pernah mengalami betapa
kecewanya ketika negara jagoan saya, Brazil kalah dari Perancis di Final Piala
Dunia 1998. Kecewa sampai dalam hati. Sampai tidak bisa tidur, males makan,
males segala-galanya, tidak percaya Ronaldo dan kawan-kawannya harus
tersingkir.
Tahun ini, meski menjagokan Belanda dan Jerman, saya tidak
mau dipermainkan oleh perasaan. Saya mendukung dengan logis saja. Menikmati setiap
pertandingan tanpa terbawa terlalu dalam perasaan menjadi pilihan. Setidaknya kalau
dua tim itu rontok sebelum sampai partai puncak, saya menikmati permainan tim
manapun yang memang layak untuk tampil di final. Karena saya memang menyukai
permainan bola, bukan permainan perasaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar