Jumat, 27 Juni 2014

Janji Kita Angin yang Membeku, Rapuh



SUDAHLAH. Lupakan janji yang terucapkan pada saat kita berkumpul dalam percakapan di atas batu. Bukankah janji itu adalah sebuah penantian yang dibatasi oleh waktu. Kita tidak akan mampu. Sudahlah, toh saksi kita adalah batu yang membisu dan ucapan kita adalah angin yang membeku, rapuh.

Salahkan kita saja kenapa kemudian waktu terlewat seperti daun jatuh. Bukankan kita sudah menempuh janji . Masing-masing punya alasan untuk tidak menepati satu titik perjumpaan. Begitu juga aku dan kamu.

Waktumu terlalu cepat, itu katamu.

Kamu yang terlalu lambat, kataku.   

Ada banyak halangan di tengah jalan, ucapmu.

Aku harus menepi untuk menghimpun energi, sergahku.

Sudahlah, kita selalu punya alasan untuk diperdebatkan.Sama banyaknya dengan ribuan pujian yang saling kita lontarkan. Bukankan janji adalah sebuah makna  kepercayaan? Atau sekadar pencitraan tentang siapa kita, tentang kenapa kita saling mencinta.

Janji yang tak terselesaikan, mari kita rampungkan dengan kata yang tak perlu terucapkan. Biarkan batu mencatat, bahwa janji kita akhirnya membeku dan menguap karena kita percaya, waktu akhirnya akan berlalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar