Senin, 16 Juni 2014

Panggil Aku Memo



KETIKA SD saya dikenal oleh teman-teman  maupun keluarga sebagai orang yang kalau ngomong itu cepat. Kalau diminta lambat maka akan menjadi gagap. “Koe ngomong apa sih?” Begitu kata-kata yang terlontar ketika saya nyerocos ngomong.   

Kondisi tersebut semakin parah ketika SMP. Akibat tidak percaya diri membuat saya tidak banyak memiliki teman dekat ketika kelas 1. Bahkan teman satu bangku saya adalah salah satu anak paling nakal di sekolah. Bagi dia, mungkin saya tak lebih dari seorang badut karena dia suka dengan logat saya ngomong. Bagi saya, berkawan dengan dia cukup menguntungkan. Saya sering bermain ke rumahnya hanya untuk meminjam bendelan Majalah Bobo. Heran juga dia, masa sudah SMP kok bacaannya Bobo. Ah, saya tidak peduli, yang penting saya bisa melakukan apa yang aku senangi, membaca. 

Oh ya kelas satu SMP ini saya memiliki nama panggilan yang semakin membuat tidak percaya diri. MEMO! Ya itu nama panggilan waktu SMP. Penyebabnya, gaya potong rambut saya yang bergaya tentara dengan bagian jambul yang tebal, ah kalau bingung bayangkan saja tokoh Tintin.Nah di Kecamatan Kutoarjo tepatnya di Alun-Alun sering berkeliaran seorang anak yang tidak waras. Namanya Memo. Sekolah kami kadangkala ketika berolahraga menggunakan Alun-Alun tersebut. Jadilah nama Memo digunakan bukan hanya oleh teman sekelas tapi seluruh warga sekolah.  

Nama Memo tersebut di satu sisi membuat saya tidak percaya diri, di sisi lain justru menjadikan saya dikenal oleh semua warga sekolah. Bahkan oleh anak-anak SD yang satu komplek dengan sekolah kami. (SMP saya merupakan sekolah yang bernaung di bawah yang SD-SMP berada di satu kompleks).

“Awas Memo lewat, awas ngamuk!”

Kira-kira seperti itulah kalimat yang terlontar ketika saya lewat. Dan pada akhirnya saya sempat ‘ngamuk’ bukan karena nama Memo, namun ketika kami bermain basket di lapangan sekolah saya dinilai membuat masalah dengan kakak kelas. Saya sendiri tidak tahu masalahnya, hanya saja, teman-teman saya mengatakan kalau saya dicari oleh seorang kakak kelas yang terkenal paling nakal. Reputasinya bahkan mentereng karena berani menantang guru berkelahi. 

Saya sendiri sempat takut, apalagi Pak De saya juga menginformasikan bahwa kakak kelas saya tersebut hampir dikeluarkan sekolah karena kenakalannya.Teman saya yang satu bangku, salah satu yang paling nakal di kelas satup-un, takut, bahkan menakut-nakuti. Toh akhirnya persoalan selesai dengan sendirinya. 

Kejadian tersebut menjadi perbincangan di sekolah. Saya, Memo, anak Kelas IA berani menantang anak kelas 2 dan 3. Padahal ya tidak begitu, wong meski belajar beladiri, tetap saja jurus yang akan saya gunakan adalah jurus andalan lari pergi….hahaha.

Namun sedikit banyak kejadian tersebut membuat saya menjadi sedikit percaya diri. Lingkup pertemanan juga juga semakin luas. Saya sering main ke rumah mereka untuk meminjam komik, buku cerita, majalah, koran pokoknya sesuatu yang bisa saya baca.

Saya mulai menemukan prinsip, lakukan apapun tidak usah takut. Termasuk ketika berbicara. Kalaupun kawanmu tertawa karena logatmu, cara berbicara atau mukamu yang wagu, anggap saja sebagai sedekah.
Mmmm ceritanya masih panjang, dilanjut besok saja. Mmmm..kalian setuju nggak aku pakai nama Memo lagi?


1 komentar: