Peringatan
saya yang bukan dokter : Jangan dicoba!
“Ngawur mas,
bahaya, pembuluh darahmu bisa pecah, ini ada yang pecah.”
“Berbaring,
celananya di turunkan.”
“Dok bisa
tidak saya jangan disuntik. Saya diberi obat saja, yang banyak juga tidak
apa-apa.”
Percakapan
tersebut terjadi sekian tahun lalu saya saya masih bertugas di Kabupaten Sragen
Jawa Tengah. Ini cerita tentang modern dan tradisional.
Perpaduan modern
dan tradisional kadangkala akan menciptakan sebuah karya yang luar biasa. Namun
tidak untuk obat kimia dan dan jamu. Obat kimia adalah produk modern sedang
jamu adalah produk tradisional. Jangan dipadukan. Nanti keracunan.
Pagi itu
saya bangun dengan hidung mampet, flu berat. Biasanya saya tidak akan meminum
obat, karena saya percaya flu sebenarnya bisa sembuh sendiri asal tubuh kita
fit. Flu, biasanya datang setiap 6 bulan sekali.
Saya
memutuskan untuk membeli obat flu yang dijual bebas di warung-warung.
Harapannya flu itu segera menghilang dan saya bisa beraktivitas lagi. Pagi –pagi
saya keluar dari kos-kosan di pinggiran Kota Sragen, Jawa Tengah untuk mencari
obat sekaligus mencari sarapan.
Sampai di
kos, saya melihat obat tradisional yang dikemas sachet. Obat untuk masuk angin
yang disitu juga tertulis bisa mengurangi flu. Saya khilaf. Saya tenggak obat
tersebut.
Tidak lama
kemudian saya merasakan hidung saya terasa hangat dan seperti ada cairan yang
meleleh keluar. Aku kaget ternyata yang keluar adalah cairah berwarna merah,
darahhhh! Mimisan!
Tetangga kos
punya daun sirih. Setelah melinting dan memasukan ke dua lubang hidung saya bapak
dan ibu kos serta anak-anakanya tidak ada di rumah. Rencananya mau naik motor
sendiri namun tidak memungkinkan karena saya harus ndangak atau mendongak agar darah tidak mengucur terus. Akhir
berjalan ke pinggir jalan besar menghentikan becak yang lewat.
Sampai di
klinik, dengan kondisi hidung yang kocor-kocor keluar darah, saya berjalan
sambil ndangak agar tidak banyak
darah yang keluar.
“Loh kenapa
mas”
“Tadi minum
obat dok, terus habis itu minum jamu”
“Ngawur mas,
bahaya, pembuluh darahmu bisa pecah, ini ada yang pecah.”
“Berbaring,
celananya di turunkan.”
“Dok bisa
tidak saya jangan disuntik. Saya diberi obat saja, yang banyak juga tidak
apa-apa.”
Deg. Saya melirik dokter tersebut. Ia mengambil jarum suntik
dan menyedot cairan dari sebuah botol kecil.
“Mas kamu ini sudah keracunan masih ngenyang.
Cara satu-satunya disuntik biar cepat berhenti darahnya,”
Saya takut
jarum suntik. Sumpah, saya takut. Ketika SD seorang dokter pernah menyuntik dan
jarumnya sampai melengkung. Sebabnya ketika jarum itu masuk di pantat, saya
mengejan. Akibatnya jarum suntik itu melengkung sehingga ketika dicabut justru
muncrat keluar cairannya.
Saya
memejamkan mata. Membayangkan hal lain untuk mengalihkan pikiran bahwa saya
akan disuntik.
“Udah mas,
celananya dinaikan lagi,”
“Udah dok?”
“Sudah”
Weeeh...ternyata
tidak terasa pas disuntik.
“Ini
obatnya, jangan diulangi lagi mas. Untung langsung dibawa kesini. Bahaya, kalau
ndak kuat pembuluh darahmu bisa pecah semua.”
Tuh dengerin, jangan mencampur adukan produk modern dan tradisional dengan serampangan. Mending pilih salah satu atau tunggu sampai beberapa jam, nanti keracunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar