Kamis, 19 Juni 2014

Keracunan



Peringatan saya yang bukan dokter : Jangan dicoba!

“Ngawur mas, bahaya, pembuluh darahmu bisa pecah, ini ada yang pecah.”
“Berbaring, celananya di turunkan.”
“Dok bisa tidak saya jangan disuntik. Saya diberi obat saja, yang banyak juga tidak apa-apa.”

Percakapan tersebut terjadi sekian tahun lalu saya saya masih bertugas di Kabupaten Sragen Jawa Tengah. Ini cerita tentang modern dan tradisional.

Perpaduan modern dan tradisional kadangkala akan menciptakan sebuah karya yang luar biasa. Namun tidak untuk obat kimia dan dan jamu. Obat kimia adalah produk modern sedang jamu adalah produk tradisional. Jangan dipadukan. Nanti keracunan.
Pagi itu saya bangun dengan hidung mampet, flu berat. Biasanya saya tidak akan meminum obat, karena saya percaya flu sebenarnya bisa sembuh sendiri asal tubuh kita fit. Flu, biasanya datang setiap 6 bulan sekali.

Saya memutuskan untuk membeli obat flu yang dijual bebas di warung-warung. Harapannya flu itu segera menghilang dan saya bisa beraktivitas lagi. Pagi –pagi saya keluar dari kos-kosan di pinggiran Kota Sragen, Jawa Tengah untuk mencari obat sekaligus mencari sarapan.

Sampai di kos, saya melihat obat tradisional yang dikemas sachet. Obat untuk masuk angin yang disitu juga tertulis bisa mengurangi flu. Saya khilaf. Saya tenggak obat tersebut.

Tidak lama kemudian saya merasakan hidung saya terasa hangat dan seperti ada cairan yang meleleh keluar. Aku kaget ternyata yang keluar adalah cairah berwarna merah, darahhhh! Mimisan!

Tetangga kos punya daun sirih. Setelah melinting dan memasukan ke dua lubang hidung saya bapak dan ibu kos serta anak-anakanya tidak ada di rumah. Rencananya mau naik motor sendiri namun tidak memungkinkan karena saya harus ndangak atau mendongak agar darah tidak mengucur terus. Akhir berjalan ke pinggir jalan besar menghentikan becak yang lewat.  

Sampai di klinik, dengan kondisi hidung yang kocor-kocor keluar darah, saya berjalan sambil ndangak agar tidak banyak darah yang keluar.
“Loh kenapa mas”
“Tadi minum obat dok, terus habis itu minum jamu”
“Ngawur mas, bahaya, pembuluh darahmu bisa pecah, ini ada yang pecah.”
“Berbaring, celananya di turunkan.”
“Dok bisa tidak saya jangan disuntik. Saya diberi obat saja, yang banyak juga tidak apa-apa.”

Deg. Saya melirik dokter tersebut. Ia mengambil jarum suntik dan menyedot cairan dari sebuah botol kecil.
 “Mas kamu ini sudah keracunan masih ngenyang. Cara satu-satunya disuntik biar cepat berhenti darahnya,”

Saya takut jarum suntik. Sumpah, saya takut. Ketika SD seorang dokter pernah menyuntik dan jarumnya sampai melengkung. Sebabnya ketika jarum itu masuk di pantat, saya mengejan. Akibatnya jarum suntik itu melengkung sehingga ketika dicabut justru muncrat keluar cairannya.

Saya memejamkan mata. Membayangkan hal lain untuk mengalihkan pikiran bahwa saya akan disuntik.
“Udah mas, celananya dinaikan lagi,”
“Udah dok?”
“Sudah”
Weeeh...ternyata tidak terasa pas disuntik.
“Ini obatnya, jangan diulangi lagi mas. Untung langsung dibawa kesini. Bahaya, kalau ndak kuat pembuluh darahmu bisa pecah semua.”

Tuh dengerin, jangan mencampur adukan produk modern dan tradisional dengan serampangan. Mending pilih salah satu atau tunggu sampai beberapa jam, nanti keracunan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar