INI cerita soal nomor urut. Bukan nomor urut calon presiden
tapi nomor presensi di sekolah (di Indonesia menyebut presensi justru dengan absensi. Absensi dan presensi
merupakan dua kata yang artinya sebenarnya bertolak belakang, absen = ketidakhadiran,
presensi = kehadiran). Sudah menjadi nasib saya, dari SD hingga kuliahpun,
nomor presensi saya tidak lepas dari dua teratas alias nomor 1 dan 2.
Menduduki nomor presensi teratas bagi saya sungguh tidak
enak. Dia akan menjadi orang yang pertama menjadi pilihan guru untuk menjawab
kuis, atau maju ke depan mengerjakan
soal. Bukan persoalan berani atau tidak berani, masalahnya adalah nomor satu biasanya
menjadi contoh."Nah, itu salah, bukan seperti itu." Itu salah
satu kalimat dari guru yang pernah aku dengar.
Paling sial menurutku adalah pelajaran
olahraga. Guru olahraga SMP saya seringkali tidak mau memberi contoh gerakan
dalam praktek. Langsung penilaian, maka
ketika si guru memberitahu bahwa gerakan saya salah, tidak ada kesempatan lagi
untuk memperbaiki. Sementara teman-teman saya menjadi lebih tahu gerakan yang
benar.
Kejadian serupa pernah saya alami ketika ujian praktek di
SMA. Saat itu siswa diminta melakukan pull up atau rangen. Saat itu, guru olahraga tidak memberikan
contoh gerakan, mungkin karena kami dianggap sudah tahu.Nah, dengan percaya diri saya langsung maju karena memang
sesuai dengan daftar presensi nomor urut satu. Posisi tangan mencengkram bar
dan kemudian mengangkat tubuh sampai dada menyentuh bar. Kalau tidak salah sih,
saya sanggup 10 angkatan.
Nah giliran teman-teman saya, mereka mengangkat tubuh hanya
sampai dagu menyentuh bar. Artinya tenaga yang diperlukan lebih sedikit. Tentu
saja mereka rata-rata mengangkat tubuh mereka lebih banyak dari saya. Ketika
saya protes kok teman-teman saya cuma sebatas dagu, guru saya dengan entengnya
ngomong. “Sama saja.”
Lah ya jelas beda paaaaaak! Tenaga
yang diperlukan lebih besar, sementara penilaiannya adalah dari yang paling
banyak mengangkat tubuhnya.
Soal nomor urut satu paling nganyelke adalah meja tempat
duduk ketika ujian. Dipastikan duduk paling depan! Siksaan yang begitu berat,
apalagi kalau tidak belajar. Untungnya
nomor urut satu menurutku cuma satu, ketika jam terakhir ada kuis dan meminta
nomor urut satu menjawab lebih dulu. Kalau benar maka pulang duluan, kalau
salah yang nunggu giliran. Duh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar